Rabu, Oktober 26, 2011

ULKUS CURLING KARENA LUKA BAKAR

 ULKUS CURLING
A.    Pengertian
Ulkus curling atau ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus akan semakin meluas.
Pada dasarnya ada dua menyebab utama ulkus, yang pertama adalah produksi mucus yang terlalu sedikit dan yang kedua adalah produksi asam yang berlebihan dalam lambung atau yang disalurkan ke usus. Pada  kondisi tertentu salah satu atau kedua penyebab utama ulkus tersebut dapat terjadi secara bersamaan.
B.     Mekanisme Terjadinya Ulkus Curling Luka Bakar.
Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan ulkus curling adalah luka bakar yang berat dengan luas lebih dari 30% luas tubuh. Karena pada luka bakar yang berat akan  peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan perpindahan natriun, air, dan protein dari intravaskuler ke dalam ruang interstisial yang ada kaitanya erat dengan aktivitas hormone aldosteron ginjal.
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR (glomerular filtration rate),yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang,yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsigastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
Perpindahan ion Na, H2O, dan protein ke ruang interstisial akan menyebabkan penurunan volume darah sirkulasi, jika penurunan sampai 50% maka tubuh akan menyalami syok. Syok akan menyebabkan stress masif dan hampir semua jenis stress baik bersifat fisik maupun neurologi akan menstimulus hipofisis anterior untuk lebih banyak mensekresi hormone ACTH yang akan segera diikuti oleh peningkatan sekresi hormone adrenokortikal berupa kortisol dalam waktu beberapa menit. Dan kortisol ini akan menstimulasi sel parietal (Oksintik) dalam lambung untuk lebih banyak memproduksi asam lambung. Dan Asam klorida (HCL) ini terlibat dalam perubahan pepsinogen menjadi enzim aktif yaitu pepsin.
Selain itu penurunan volume darah akan menyebabkan penurunan aliran darah yang menuju ke usus sehinga akan menyebabkan hipoksia lapisan usus yang akan menghambat kelenjar penghasil mucus di duodenum, yang disebut dengan kelenjar brunner. Penurunan produksi mucus ini pengurangi perlindungan terhadap asam lambung. Sedangkan stress yang terjadi akibat stres luka bakar akan menstimulasi hormone kortisol yang dapat memicu sel parietal (oksintik) gastrin untuk semakin banyak memproduksi asam klorida atau asam lambung. Maka oleh karena itu Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.
Pada keadaan stress karena syok luka bakar juga akan menstimulasi aktivasi saraf simpatis yang menurunkan aktivitas viseral dengan menghambat peristaltik usus dan peningkatan kekuatan sfingter.
Jadi kesimpulanya, ulkus curling merupakan salah satu komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh luka bakar. Ulkus terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan sehingga produksinya terus meningkat, sehinga terjadi erosi pada lapisan gastroduodenal. Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi muscus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida atau asam lambung. Dan peningkatan aktivitas saraf simpatis karena stress akan menurunkan peristaltic dan peningkatan kekuatan sfingter sehingga asam lambung akan semakin sulit untuk dimobilisasi sedangkan barier lambung pelindung asam lambung berkurang maka resiko untuk terjadinya perdarahan lambung akan semakin meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed 11. Jakarta : Penerbit EGC.
Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. 2001. Buku ajar keperawatan medical bedah jilid 3. Ed 8 . Jakarta :Penerbit EGC.



ASKEP MENINGITIS PADA ANAK


PEMBAHASAN 
1. Pengertian
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan piamater dan ruang subarachnoid maupun arachnoid, dan termasuk cairan serebrospinal (CCS) (Hickey, 1997).   
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput yang melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah  kedalam cairan otak (Black & Hawk, 2005)
Meningittis adalah suatu peradangan pada selaput yang membungkus otak  (meningens). 
2. Etiologi
  •   Infeksi sekunder dari bakteri : sinusitis, OMA/OMK, Pneumonia,  Endokarditis,  Osteomylitis 
  •   Organisme bakteri : Neisseria, haemophilus influensa, streptococcus pneumonia 
  •   Virus : Aseptic meningitis 
  •   Trauma : Fraktur pada tulang tengkorak, luka pada kepala. Lumbal Fungsi, Prosedur shunting ventrikuler
3. Jenis meningitis
Jenis meningitis ada 3 yaitu :
  •   Meningitis bakterial 

Meningitis bakterial  merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan subarahnoid.   
Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi dengan angka kematian sekitar 25 % (Ignatavicius & Wrokman, 2006).
Meningitis bacterial adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal. (Arif Mansjoer.Kapita Selekta.2000:437)
Meningitis purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan nonvirus. (Ngastiyah: 2005)
Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat akan mendapatkan hasil yang baik.  Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai meningitis purulen atau meningitis septik.
Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus pneuemonia (pneumococcus), Neisseria meningitides, Haemophilus influenza, (meningococcus),  Staphylococcus aureus dan Mycobakterium tuberculosis.(Ginsberg, 2008).
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), bakteri ini penyebab tersering meningit akut, dan paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak.  Neisseria meningitides (meningococcus) bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah. Haemophilus influenza, Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis bakteri ini sebagai penyebab terjadinya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaksin) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.Staphylococcus aureus, Mycobakterium tuberculosis jenis hominis.
  •   Meningitis virus 

Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi akibat lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles, mumps, herpes simplek, dan herpes zoster. (Wilkinson, 1999).   
Meningitis virus adalah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang akut dengan gejalah rangsang meningeal,pleiositosis  dalam likuor serebrospinalis dengan  deferensiasi terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak lama dan selflimited tanpa komplikasi.(Ngastiyah:2005)
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA (ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid).  Contoh  virus RNA adalah enterovirus (polio), arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis, morbili).  Sedangkan contoh virus DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS) (PERDOSSI, 2005)
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti semula (penyembuhan secara komplit) (Ignatavicius & Wrokman,2006).  
Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut, meningo-ensepalitis akut atau ensepalitis akut. Derajat ringan akut meningo-ensepalitis mungkin terjadi pada banyak infeksi virus akut, biasanya terjadi pada anak-anak, sedangkan pada pasien dewasa tidak teridentifikasi.
  •   Meningitis Jamur 

Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga sulit.  
Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa meningitis (paling sering) dan proses desak ruang (abses atau kista).   
Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30% -40% dan insidensinya meningkat seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan penurunan daya tahan tubuh (Martz, 1990 dalam Depkes RI, 1998).   
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur, disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada pasien acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). (Ignatavicius & Wrokman, 2006; Wilkinson, 1999).  
4. EPIDEMILOGI 
Meningitis virus lebih sering dijumpai pada orang dewasa.Di negeri tropis dan subtropics tingginya frekuensi meningitis  virus tidak bergantung pada musim seperti di negeri beriklim dingin yang angka kejadian tertingginya dijumpai pada musim panas dan musim dingin.
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Meningitis
Bayi : - Demam, Kejang pada tengkuk, Rewel/gelisah, Susah makan, Menangis terus-menerus, Lemah, Intensitas interaksi berkurang, Ubun-ubun membenjol
Anak : Demam, Kejang pada tengkuk, Sakit kepala, Mual, Bingung/disorientasi, Serangan mendadak, Tidak suka cahaya terang (fotofobia), Ruam di sekujur tubuh
Dewasa : sakit kepala,demam, mual, muntah, photopobia, adanya tanda rangsang meningeal/iritasi meningen seperti; kaku kuduk positif, tanda Kernig positif, dan tanda Brudzinski positif, perubahan tingkat kesadaraan, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, disfungsi saraf kranial, dan penurunan status mental (Ignatavicius & Wrokman, 2006; Hickey, 1997).
Tanda dan gejala lain yang tidak khas pada pasien meningitis adalah; terjadi hipersensitivitas kulit, hiperanalgesia, dan hipotonus otot, walaupun fungsi motorik masih dapat dipertahankan. Efek toksin pada otak atau thrombus pada suplai vaskular ke area serebral menyebabkan ketidakmampuan permanen fungsi serebral, jika terjadi perubahan patologi, maka dapat terjadi hemiparesis, demensia, dan paralisis (Hickey,1997).

6. PATOFISIOLOGI
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
Pemeriksaan Lab darah lengkap: HB,HT,LED,Erytrosit,Lekosit
Laju endap darah meninggi, Jumlah sel berkisar antara 200-500/mm3, mula-mula sel PMN dan limfosit dalam proporsi sama atau kadang-kadang sel PMN lebih banyak, selanjutnya limfosit yang lebih banyak. Kadang-kadang jumlah sel pada fase akut dapat mencapai kurang lebih 1000/mm3. Kadar protein meninggi dan glukosa menurun. 

Kultur darah
CT-Scan, X-Ray
Cairan serebrospinal berwarna jernih atau xantokrom, bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang-batang, kadang-kadang dapat ditemukan mikroorganisme didalamnya. Foto dada biasanya normal, bisa terdapat gambaran milier dan kalsifikasi
Lumbal fungsi 
Fungsi lumbal penting sekali untuk pemeriksaan bakteriologik dan laboratorium lainnya. Likuor serebrospinalis berwarna jernih, opelesen atau kekuning-kuningan (xantokrom). Tekanan dan jumlah sel meninggi namun umumnya jarang melebihi 1500/3mm dan terdiri dari limfosit terutama. Kadar protein meninggi sedangkan kadar glukosa dan klorida total menurun. Bila cairan otak didiamkan akan timbul fibrinous web (pelikel), tempat yang sering ditemukannya basil tuberkulosis. Dugaan bahwa seorang pasien menderita meningitis tuberkulosa dengan melihat hasil pungsi lumbal berupa cairan serebrospinalis yang jernih. Juga adanya kelainan radiologis serta adanya sumber di dalam keluarga. 
Uji tuberkulin 
Uji tuberkulin pada meningitis bakteri dianggap kurang bermakna karena sering negatif disebabkan adanya anergi 36%. Untuk memberikan pengobatan yang tepat diperlukan menemukan kuman tuberkulosis yang dapat ditemukan dengan melakukan biakan dari cairan serebrospinalis.
8. KOMPLIKASI 
Komplikasi mayor meningitis bakteri
1. Cerebral - Edema otak dengan resiko herniasi
2. Komplikasi pemb darah arteri: arteritis vasopasme, fokal kortikal, hiperperfusi,gangguan serebrovaskular autoregulasi
3. Septik sinus/ trombosis venous terutama sinus sagitalis superior, tromboflebitis kortikal
4. Hidrosefalus
5. Serebritis
6. Subdural efusi (pada bayi dan anak)
7. Abses otak, subdural empiemi
Komplikasi ekstrakranial
1. Septik shock
2. DIC
3. Respiratory distress sindrom
4. Arteritis (septik atau reaktif)
5. Ggn elektrolit: hiponatremi, SIADH,central diabetes insipidus (jarang)
6. Komplikasi spinal :mielitis, infark
9. PENATALAKSAAN  MEDIS 
Penatalaksanaan secara medis pada meningitis dapat dilakukan dengan cara diberikan
a) Koreksi gangguan asam basa elektrolit, apabilla terdapat ketidak seimbangan asm basa dan elektrolit dapt diberikan Cairan intravena MARTOS-10  Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam  Mengandung 400 kcal/L
b) Atasi kejang dapat diatasi dengan, Kortikosteroid.golongan deksametason 0,6 mg/kgBB/hari selama 4 hari, 15-20 menit sebelum pemberian antibiotic
c) Antibiotik. Terdiri 2 fase yaitu empiric dan setelah hasil biakan dan uji resistensi. Pengobatan empiric pada neonates adalah kombinasi ampisilin dan aminoglikosida atau ampisilin dan sefotaksin. Pada umur 3 bulan – 10 tahun kombinsasi ampisilin dan kloramfenikol atau sefuroksim/sefotaksim/sefriakson. Pada usia lebih dari 10 tahun digunakan penislin. Pada neonatus pengobatan selama 21 hari, pada bayi dan anak 10 – 14 hari. 
d) Streptomisin, PAS dan INH. Dapat diberikan diberikan dengan dosis 30-50 mg/kg BB/ hari selama 3 bulan atau jika perlu diteruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi, sampai likuor serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH diteruskan paling sedikit samapi 2 tahun. Umtuk mengatasi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah.       
10. PROGNOSIS
Prognosis pada meningitis bakteri : Prognosis buruk pada usia yang lebih muda, infeksi berat yang disertai DIC. Mortalitas bergantung pada virulensi kuman penyebab, daya ytahan tubuh pasien, terlambat atau cepatnya.mendapat pengobatan yang tepat  dan pada cara pengobatan dan perawatan yang diberikan. Perawatan, akan dibicarakan bersama – sama dengan meningitis tuberkolosa
Prognosis pada meningitis tuberkulosa : Pasien yang tidak diobati biasanya meninggal dunia. Yang berumur lebih muda dari 3 tahun mempunyai prognosis lebih buruk daripada yang tua. Hanya 18% dari yang hidup mempunyai fungsi neurologis dan intelektual normal. 
Prognosis pada meningitis virus : Penyakit ini self limited dan penyembuhan sempurna dijumpai setelah 3-4 hari pada kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan yang berat.
11. PENCEGAHAN
Vaksin konjugat pneumokokus. Vaksin tersebut dianjurkan untuk diberikan kepada bayi dan anak yang berusia 2 bulan hingga 9 tahun. Pemberian vaksin paling baik dilakukan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 15 bulan. Vaksin konjugat pneumokokus juga hanya menimbulkan efek samping yang ringan seperti kulit kemerahan, sedikit bengkak dan nyeri pada daerah sekitar suntikan. Gejala umum setelah pemberian vaksin seperti demam, mengantuk, rewel, nafsu makan berkurang, jarang ditemukan pada bayi.
12. PENGKAJIAN
Anamnesa :
Riwayat penyakit sekarang  :
- Gambaran gejala yang dialami saat ini, kapan mulai, gejala menurun/meningkat,
bagaimana mengatasinya
Riwayat penyakit masa lalu:
 Pasien pernah mengalami Penyakit pernafasan, trauma kepala/fraktur, infeksi sinus, hidung,telinga, penyakit jantung, DM,Ca, pembedahan, bedah syaraf/telingga
2. Pengkajian fisik
- Manifestasi klinis
- Tingkat kesadaran, Orientasi
- Reaksi pupil dan pergerakan mata
- Respon motorik
- Tanda awal : Lethargi, perubahan memori, gangguan perhatian, perubahan tingkah
laku (kepribadian)
- Tanda penyakit lanjut: Stupor, nyeri kepala berat, nyeri otot, pupil reaktif terhadap
cahaya (photo phobia), Nistagmus, Disfungsi syaraf III,IV,VI,VII,VIII
- Hemiparesis, hemaplegia, tonus otot menurun
- Kaku kuduk, kernig’s, Bruzinski, nyeri kepala
- Nausea, muntah, panas, Tachicardia
13. DIAGNOSA & INTERVENSI
1. Gangguan perfusi jaringan b.d peningkatan ICP/edema otak
Tujuan : meningkatkan perfusi jaringan ke otak 
Kriteria hasil :- kesadaran pasien penuh 
- TTV normal : TD 110/70 mmHg, Rr, N,
- Pasien tidak kejang dan bisa orientasi   
Intervensi :
1. Kaji tingkat kesadaran, TTV, dan status neurologic.
2. Ciptakan lingkungan tenang (cegah agitasi-peningkatan TIK).
3. Pertahankan tirah baring dengan posisi datar.
4. Pantau sesuai indikasi setelah dilakukan punksi lumbal.
5. Kaji adanya rigiditas nuksi, gemetar, kegelisahan yang meningkat, peka rangsangan , dan adanya serangan kejang.
6. Catat kejadian berhubngan status neurologis: Kejang, disorientasi.
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri b.d iritasi meningeal
Tujuan : menurunkan rasa nyeri 
Kriteia hasil : - skala nyeri pasien menurun 
- Pasien merasa nyaman 
- Pasien bisa istirahat dengan cukup
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri
R / untuk mengetahui seberapa berat tinggkat nyeri yang dirasakan klien. 
2. Berikan posisi nyaman dan aman (pasang sidedriil)
R/ untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien.
3. Berikan analgesik sesuai program (monitor reaksi dan respon pasien)
R/ untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri.
3. Hiperthermia b.d proses infeksi dan edema cerebral
Tujuan : menurunkan panas
Kriteria hasil :- TTV normal 
Intervensi : 
1. Kaji TTV, 
R/ 
2. Berikan Kompres hangat.
R/ untuk membantu penurunan suhu tubuh.
3. Monitor temperatur secara kontinue
R/ untuk memantau apakah ada kenaikan atau penurunan suhu tubuh klien.
4. Ganti baju kain bila basah
R/ untuk mengurangi resiko adanya iritasi pada kulit.
5. Berikan antibiotik dan antipiretik sesuai program
R/ untuk terapi pengobatan penurunan suhu tubuh.
4. Resti defisit volume cairan b.d meningkatnya temperatur, menurunnya intake cairan
Tujuan : kebutuhan cairan dan elektrolit pasien terpenuhi 
Kriteria hasil :
Intervensi :
1. Monitor intake-output, monitor CVP bila ada
R/ untuk mengkaji seberapa intake dan output klien, dan memonitor devisit cairan. 
2. Beri cairan IV sesuai program, cegah over-load cairan 
R/ untuk ketepatan cairan intravena yang diberikan dan mengurangi resiko devisit   volume cairan yang berlebihan.
3. Menurunkan edema
R/ mengurangi pembengkakan pada selebri.
5. Resti defisit nutrisi b.d peningkatan metabolisme,intake nutrisi tidak adekuat
Tujuan : mencegah adanya deficit nutrisi.
Intervensi :
1. Pantau adanya mual muntah dan anoreksia.
R/
2. Berikan asupan nutisi sedikit – sedikit tapi sering.
R/
3.
6. Gangguan orientasi b.d defisit neurologis
    Tujuan :
Intervensi :
1. Pantau status neorologi klien.
R/ untuk mengetahui status kesadaran klien.
2. Berikan motivasi pada klien bila klien sadar.
R/ untuk menguranggi stress atau ketidak nyamanan klien.
3. Ikutkan keluarga pada setiap prosedur yang akan dilakukan.
R/ untuk kenyamanan klien dan mengurangi ketegangan.
4. Hindari perkataan yang menyinggung perasaan klien.
R/ untuk menghindari tingkat stress klien.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. 437-439