Minggu, Juli 29, 2012

CONTOK TAK (terapi aktifitas kelompok) GERONTIK


TOPIK 
TERAPI KOGNITIF & TERAPI PENDENGARAN

A. TUJUAN :
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan terapi kognitif dan terapi pendengaran lansia makin meningkatkan aktivitas dan meningkatkan kemampuan sosial
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan terapi kognitif dan terapi pendengaran lansia mampu
a. Mengingat bentuk objek yang telah ditunjukkan.
b. Melatih konsentrasi untuk memusatkan perhatian sesuai petunjuk yang diberikan.
c. Melatih ketajaman pendengaran.
B. LATAR BELAKANG
Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di PANTI WERDA ADEM AYEM (Wisma adem, wisma sejuk, wisma seger, dan wisma tentrem) klien kelolaan didapatkan 50%  mempunyai masalah utama Penurunan pendengaran dan kognitif. Dari fenomena tersebut kelompok tertarik untuk melakukan terapi aktivitas kelompok dengan topik terapi kognitif dan terapi pendengaran.
C. LANDASAN TEORI
Terapi kognitif berfokus pada masalah, orientasi pada tujuan, kondisi dan waktu saat itu. Terapi ini memandang individu sebagai pembuat keputusan. Terapi kognitif telah menunjukkan kefektifan penanganan dalam masalah klinik misalnya cemas, schizophrenic, substance abuse, gangguan kepribadian, gangguan mood. Dalam prakteknya, terapi ini dapat diaplikasikan dalam pendidikan, tempat kerja dan seting lainnya.
Istilah kognitif mulai populer setelah teori piaget banyak dibahas para ahli th 1960-an. Pengertian kognisi, meliputi aspek- aspek  struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu.
Menurut chaplin, kognisi memiliki pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati yang telah mengakibatkan individu memperoleh pengertian.
Kognitif menurut piaget, perkembangan kognitif tidak hanya dari hasil kematangan organisme, atau dari pengaruh lingkungan saja, melainkan interaksi diantara keduanya.
Pengertian Pendengaran adalah salah satu sarana penting dalam diri manusia. Kehilangan pendengaran merupakan ancaman terhadap komunikasi dan kehidupan pribadi dan sosial. Orang yang mengalami masalah kehilangan pendengaran biasa dikenal dengan istilah tuna rungu.
Tuna rungu adalah kerusakan atau kelainan pendengaran yang menyebabkan seseorang tidak dapat mendengar atau daya pendengarannya berkurang.
D. KRITERIA KLIEN
1. Klien yang cukup kooperatif.
2. Klien yang mengerti bahasa Indonesia.
3. Klien dengan gangguan kognitif dan pendengaran.
4. Klien dengan kondisi fisik yang dalam keadaan sehat (tidak sedang mengidap penyakit fisik tertentu seperti diare, thypoid dan lain-lain)

E. PROSES SELEKSI
1. Berdasarkan kriteria klien yang telah ditetapkan
2. Berdasarkan informasi dan diskusi mengenai prilaku klien shari-hari dan kemungkinan dapat dilakukan terapi aktifitas kelompok pada klien tersebut dengan perawat ruangan
3. Melakukan kontrak dengan klien untuk mengikuti aktifitas yang akan dilaksanakan serta menanyakan kesediaannya
4. Menetapkan bersama klien dan perawat ruangan tentang topik, waktu dan tempat kegiatan
F. URAIAN STRUKTUR KELOMPOK
1. Hari /Tanggal : Kamis, 02 Februari 2012
2. Tempat : Di Graha adem ayem
3. Waktu : 09.00 s/d 10.00 WIB
4. Lama Kegiatan
- Pembukaan dan Perkenalan (5 menit)
- Menjelaskan tujuan TAK ( 5 menit )
- Menjelaskan aturan main TAK  ( 5 menit)
- Pelaksanaan TAK (30 menit)
- Pemberian reincerforment ( 5 menit )
- Evaluasi (5 menit )
- Penutup (5 menit )
5. Jumlah peserta : 15 orang
6. Perilaku yang diharapkan dari kelompok klien
a. Klien dapat mengingat bentuk objek yang telah ditunjukkan yang diberikan.
b. Klien dapat berkonsentrasi untuk memusatkan perhatian sesuai petunjuk yang diberikan.
c. Klien dapat melatih ketajaman pendengarannya.
d. Klien dapat membina kekompakkan kelompok selama kegiatan berlangsung
e. Klien tidak meninggalkan kelompok pada saat kegiatan.

G. PENGORGANISASIAN
Leader :
Co-Leader :
Fasilitator :
Observer :
Dokumentator :

H. METODE DAN MEDIA
Metode : ceramah, permainan
Alat dan Media : pengeras suara, spidol, kertas
I. URAIAN PEMBAGIAN TUGAS
1. Leader
a. Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktifitas kelompok sebelum kegiatan dimulai
b. Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan memperkenalkan dirinya
c. Mampu  memimpin terapi aktifitas kelompok dengan baik dan tertib
d. Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
e. Menjelaskan permainan

2. Co-Leader
a. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas klien
b. Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang

3. Fasilitator
a. Memfasilitasi klien yang kurang aktif
b. Berperan sebagai role play bagi klien selama kegiatan

4. Observer
a. Mengobservasi jalannya proses kegiatan
b. Mencatat prilaku verbal dan non verbal klien selama kegiatan berlangsung

J. PROSES PELAKSANAAN
1. Perkenalan dan pengarahan
a. Mempersiapkan lingkungan : suasana tenang dan nyaman (tidak ribut)
b. Mempersiapkan tempat : pengaturan posisi tempat duduk, leader berdiri di depan dan berkomunikasi dengan seluruh anggota kelompok
c. Mempersiapkan anggota kelompok : membuat kontrak kembali dengan klien untuk mengikuti aktifitas kelompok terapi kognitif dan terapi pendengaran.
2. Pembukaan
a. Leader memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama,
b. Leader menjelaskan tujuan terapi aktivitas dan membuat kontrak waktu dengan klien dan lamanya kegiatan berlangsung
c. Leader menjelaskan peraturan kegiatan dalam kelompok antara lain : jika klien ingin ke kamar mandi atau toilet harus minta ijin kepada leader, bila ingin menjawab pertanyaan klien diminta untuk mengacungkan tangan dan diharapkan klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Permainan
Setelah leader menjelaskan peraturan kegiatan, fasilitator membagikan kertas bergambar untuk pembagian kelompok. Pembagian kelompok dibagi berdasarkan perolehan gambar yang sama dari klien.
Setelah terbentuk kelompok, fasilitator menunjukkan gambar dan menyebutkan objek yang ada pada gambar kepada klien untuk dibisikkan  ke klien yang ada dibelakangnya dan begitu seterusnya sampai pada klien dibaris paling akhir. Kemudian klien yang paling akhir menyebutkan  dan menggambarkan apa yang disampaikan dari klien pada baris pertama kepada fasilitator.
4. Evaluasi
a. Klien dapat mengikuti jalanya kegiatan dengan baik
b. Klien aktif saat kegiatan berlangsung
c. Klien aktif dalam permainan
5. Penutup
a. Leader menyampaikan apa yang telah dicapai anggota kelompok setelah mengikuti kegiatan
b. Perawat memberikan reinforcement positif pada setiap klien yang mengikuti kegiatan
K. ANTISIPASI MASALAH
1. Klien yang tidak aktif saat aktifitas kelompok penanganannya adalah dengan memberikan motivasi oleh fasilitator
2. Bila klien meninggalkan kegiatan tanpa ijin, panggil nama klien, tanyakan alasan klien meninggalkan kegiatan, berikan motivasi agar klien kembali mengikuti kegiatan
3. Klien lain yang ingin mengikuti kegiatan, beri penjelasan pada klien tersebut bahwa kegiatan ini ditujukan pada klien yang dipilih, katakan pada klien lain tersebut bahwa akan ada waktu khusus untuk mereka

L. DENAH RUANG

Keterangan :
        = Leader
        = Co Leader
        = Peserta
        =  Fasilitator
        = Observer
M. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Input
a. Tim berjumlah  orang yang terdiri atas 1 leader, 1 co leader, 6 fasilitator dan 3 observer.
b. Lingkungan memiliki syarat luas dan sirkulasi baik
c. Peralatan pengeras suara berfungsi dengan baik
2. Klien, tidak ada kesulitan memilih klien yang sesuai dengan kriteria dan karakteristik klien untuk melakukan terapi aktifitas kelompok kognitif dan pendengaran
3. Evaluasi Proses
a. Leader menjelaskan aturan jalanya kegiatan dengan jelas
b. Fasilitator menempatkan diri di tengah-tengah klien
c. Observer menempatkan diri di tempat yang memungkinkan untuk dapat mengawasi jalannnya kegiatan
d. 70% klien yang dapat mengikuti kegiatan dengan aktif dari awal sampai selesai.
4. Evaluasi Output
Setelah mengadakan terapi aktifitas kelompok terapi kognitif dan pendengaran dengan 15 klien yang diamati, hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a. 70% klien yang dapat mengikuti kegiatan dengan aktif dari awal sampai selesai.
c. 70% klien dapat meningkatkan pendengaran dan kognitifnya.
d. 70% klien dapat meningkatkan kemampuan akan kegiatan kelompok (mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai)
e. 70% klien mampu melakukan hubungan sosial dengan lingkungannya (mau berinteraksi dengan perawat/klien lain)

ULKUS CURLING


ULKUS CURLING
A.    Pengertian
Ulkus curling atau ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam erosi lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus akan semakin meluas.
Pada dasarnya ada dua menyebab utama ulkus, yang pertama adalah produksi mucus yang terlalu sedikit dan yang kedua adalah produksi asam yang berlebihan dalam lambung atau yang disalurkan ke usus. Pada  kondisi tertentu salah satu atau kedua penyebab utama ulkus tersebut dapat terjadi secara bersamaan.
B.     Mekanisme Terjadinya Ulkus Curling Luka Bakar.
Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan ulkus curling adalah luka bakar yang berat dengan luas lebih dari 30% luas tubuh. Karena pada luka bakar yang berat akan  peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan perpindahan natriun, air, dan protein dari intravaskuler ke dalam ruang interstisial yang ada kaitanya erat dengan aktivitas hormone aldosteron ginjal.
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya GFR (glomerular filtration rate),yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang,yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsigastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
Perpindahan ion Na, H2O, dan protein ke ruang interstisial akan menyebabkan penurunan volume darah sirkulasi, jika penurunan sampai 50% maka tubuh akan menyalami syok. Syok akan menyebabkan stress masif dan hampir semua jenis stress baik bersifat fisik maupun neurologi akan menstimulus hipofisis anterior untuk lebih banyak mensekresi hormone ACTH yang akan segera diikuti oleh peningkatan sekresi hormone adrenokortikal berupa kortisol dalam waktu beberapa menit. Dan kortisol ini akan menstimulasi sel parietal (Oksintik) dalam lambung untuk lebih banyak memproduksi asam lambung. Dan Asam klorida (HCL) ini terlibat dalam perubahan pepsinogen menjadi enzim aktif yaitu pepsin.
Selain itu penurunan volume darah akan menyebabkan penurunan aliran darah yang menuju ke usus sehinga akan menyebabkan hipoksia lapisan usus yang akan menghambat kelenjar penghasil mucus di duodenum, yang disebut dengan kelenjar brunner. Penurunan produksi mucus ini pengurangi perlindungan terhadap asam lambung. Sedangkan stress yang terjadi akibat stres luka bakar akan menstimulasi hormone kortisol yang dapat memicu sel parietal (oksintik) gastrin untuk semakin banyak memproduksi asam klorida atau asam lambung. Maka oleh karena itu Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar luas.
Pada keadaan stress karena syok luka bakar juga akan menstimulasi aktivasi saraf simpatis yang menurunkan aktivitas viseral dengan menghambat peristaltik usus dan peningkatan kekuatan sfingter.
Jadi kesimpulanya, ulkus curling merupakan salah satu komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh luka bakar. Ulkus terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan sehingga produksinya terus meningkat, sehinga terjadi erosi pada lapisan gastroduodenal. Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi muscus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida atau asam lambung. Dan peningkatan aktivitas saraf simpatis karena stress akan menurunkan peristaltic dan peningkatan kekuatan sfingter sehingga asam lambung akan semakin sulit untuk dimobilisasi sedangkan barier lambung pelindung asam lambung berkurang maka resiko untuk terjadinya perdarahan lambung akan semakin meningkat.