Selasa, Mei 10, 2011

GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL

 LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL


A. TINJAUAN TEORI

1. Definisi
Kerusakan interaksi sosial atau gangguan hubungan social adalah satu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptif dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1 998).
Kerusakan interaksi sosial atau gangguan hubungan social adalah suatu keadaan seseorang berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam ber interaksi dengan orang lain yang salah satunya mengarah pada perilaku menarik diri. (Townsend, 1998)
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
Menurut petunjuk teknis standar asuhan keperawatan jiwa direktorat kesehatan jiwa (1994:117) gangguan hubungan sosial merupakan gangguan kepribadian yang tidak fleksibel. Pola tingkah lakunya maladaptik, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosialnya. Hal ini disebabkan oleh cara pemecahan masalah yang diselesaikannya kepada orang lain atau lingkungan sosialnya.
2. Rentang Respon Sosial
Rentang Respon Sosial

1) Respon Adaptif
Solitude, merupakan respons yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan rencana – rencana.
Autonomy, merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan social. Individu mampu menerapkan diri untuk interdependensi dan pengaturan diri.
Bekerja sama atau mutuality, adanya kemampuan untuk saling bekerja sama saling memberi dan menerima, antara individu dengan individu lainnya.
Saling ketergantungan atau interdependence, adanya saling ketergantungan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan.
2) Awal Rentang Respon Maladptif
Merasa sendiri atau Loneliness, suatu kepercayaan atas pengalaman menyakitkan yang disembunyikan, disamarkan, dipertahankan ataupun diekspresikan dengan cara lain, atau dapat juga didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu bila sendiri.
Menarik diri atau With drawal, suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi dengan orang lain. Seseorang merasa bahwa ia telah dirampas hubungan intimnya dengan orang lain sehingga ia tidak mempunyai kesempatan untuk bertukar pikiran, serta menumpahkan perasaannya maupun masalahnya.
Ketergantungan atau Dependence, seseorang mengalami kegagalan dalam mengembangkan rasa percaya diri sehingga tidak percaya akan kemampuan yang ada pada dirinya membuatnya tidak mampu mencapai keinginannya secara sukses dan akhirnya ketergantungan kepada orang lain.
3) Respon Maladaptif
Manipulation, merupakan gangguan social dimana individu memperlakukan orang lain sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan individu  cenderung beorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain.
Impulsivity, suatu sikap dari seseorang yang secara terus menerus mencari kesalahan orang lain.
Narcissim, respon social ditandai dengan individu memiliki tingkah laku egoisentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari orang lain.

3. Tanda Dan Gejala
1) Apatis (acuh terhadap lingkungan).
2) Ekspresi wajah kurang berseri.
3) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
4) Menurun atau tidak ada komunikasi secara verbal dan nonverbal.
5) Mengisolasi diri (diam ditempat tidur dalam waktu yang lama).
6) Tidak atau kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya.
7) Gangguan pola makan dan tidak ada nafsu makanan atau makan berlebihan.
8) Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
9) Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
10) Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
11) Kurang energi.
12) Aktivitas menurun.
13) Tidur berlebihan.
14) Retensi urine dan feses.

4. Proses Terjadinya Gangguan
Dalam teori kepribadian menurut Sigmund Freud (tahun 1991:hal 32) kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsure yaitu id, ego dan super ego. Ketiga sistem tersebut memiliki fungsi: kelengkapan, prinsip-prinsip operasi, dinamisme dan mekanisme masing-masing, ketiga sistem ini saling berkaitan serta membentuk totalitas. Tingkah laku manusia merupakan produk interaksi antara id, ego dan super ego. Kepribadian terus menerus mengalami perkembangan mulai dari lahir hingga akhir hayatnya., dalam perkembangan kepribadian manusia tersebut ada beberapa tugas perkembangan yang harus dilaksanakan.
Kegagalan atau tidak terselesaikan tahap perkembangan kepribadian dapat berdampak terhadap kepribadian seseorang dimasa yang akan datang. Salah satu diantaranya adalah kegagalan dalam fase oral. Fase ini berlangsung mulai lahir, sampai tahun pertama. Pada waktu seseorang lahir, ia telah memiliki id. Id merupakan dunia batin yang berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir, berupa dorongan naluri yang selalu berhubungan dengan jasmani, mementingkan diri sendiri dan merupakan bagian dari alam tak sadar. Karena itu id bekerja sesuai dengan prinsip keterangan tanpa memedulikan kenyataan. Seorang bayi pada waktu lahir telah memiliki id. Ia tidak mempunyai kemampuan untuk menghambat, mengawasi atau memodifikasi dorongan nalurinya. Karena itu fase oral ini ia akan sangat tergantung pada ego orang lain didalam lingkungannya.
Dalam fase oral ini terbagi atas dua fase kenikmatan dan fase sadisme. Mula-mula seorang bayi hanya menerima apapun yang dimasukkan ke dalam mulutnya, kemudian ia akan menghisapnya. Inilah yang dinamakan fase kenikmatan. Pada saat itulah mulai tumbuh rasa percaya pada ibunya yang telah memberi makanan dan kasih sayang. Ibu merupakan orang pertama yang dikenalinya pada fase sadisme, seseorang bukan hanya menghisap saja akan tetapi ia mulai menggigit, mengunyah, dan akhirnya menelannya. Makanan yang disukai akan ditelannya, sedangkan makanan yang tidak disukai akan ditolak dan dimuntahkan.
Pada usia 4-5 bulan dalam fase oral ini mulai akan terjadi pembentukan ego. Ego bertugas sebagai pengendali untuk mejaga keseimbangan antara id dan super ego. Apabila ia lebih dominant dalam diri seseorang maka ia akan lebih berfokus pada dirinya sehingga ia akan bersikap ingin menang sendiri. Sebaliknya apabila superego lebih dominant dalam dirinya maka ia akan bersikap kaku dan terpaku pada norma-norma yang ada di masyarakat, sehingga dengan tidak adanya keseimbangan antara id dan super ego dapat menimbulkan gangguan dikemudian harinya.
Rasa percaya sejak bayi dilahirkan dan berinteraksi dengan lingkungan, ibu merupakan orang pertama dan utama yang akan membentuk kata percaya. Apabila bayi memperoleh kepuasan sesuai dengan kebutuhannya dari ibu ataupun dari lingkungannya maka ia akan percaya bahwa lingkungannya dapat memenuhi kebutuhan dan terbentuklah rasa percaya terhadap orang lain. Dan apabila hal ini tidak terpenuhi dan berlangsung terus menerus dalam tempo yang lama maka bayi tadak dapat menyelesaikan pertumbuhan dan perkembangan dengan baik sehingga akan terbentu rasa tidak percaya kepada dirinya maupun lingkungannya yang akibatnya individu akan membatasi hubungan dengan lingkungannya. Reaksi ini timbul berbeda-beda pada tiap individu, ada yang sampai menetap, perilaku menarik diri merupaka proses terjadinya skizofrenia.
Pasien mula-mula rendah diri merasa tidak berharga dan tidak berguna sehingga merasa tidak aman dalam membina hubungan dengan orang lain. Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi diri, pasien menjadi pasif dan kepribadian menjadi kaku. Semakin individu menjauhi kenyataan, semakin banyak kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.
5. Dampak Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
1)  Kebutuhan fisiologis dan biologis.
Nutrisi,  menolak makan atau sebaliknya, makan secara berlebihan
Istirahat dan tidur,  melamun dan timbul kecemasan dan gelisah menyebabkan gangguan tidur.
Eliminasi,  kurangnya aktivitas menurunkan metabolisme tubuh dan peristaltik usus sehingga menyebabkan kontipasi
Aktivitas sehari-hari, keinginan hidup produktif berkurang sehingga pemenuhan kebutuhan aktivitas terganggu
Seksual,  sulit mengekpresikan keinginan membina hubungan lawan jenis
2) Kebutuhan rasa aman.
Karena kurangnya mengembangkan kehangatan emosional dalam membina hubungan yang positif cenderung tidak mempunyai rasa percaya diri, mengembangkan kepercayaan dalam berhubungan dengan orang lain akhirnya menimbulkan kecemasan dan dampak yang ditimbulkan adalah gangguan rasa aman.
3) Kebutuhan mencintai dan dicintai.
Karena hilangnya hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan berbagi rasa, pikiran prestasi sehingga menyulitkan terjadinya hubungan interpersonal termasuk hubungan untuk mencintai dan dicintai.
4) Kebutuhan harga diri.
Cenderung merasa rendah diri, merasa tidak berharga lagi dan tidak berguna dampaknya adalah gangguan kebutuhan akan harga diri.
5) Kebutuhan aktualisasi diri.
Biasanya gagal dalam mengaktualisasi diri karena pada klien dengan gangguan berhubungan, minatnya berkurang tidak berambisi, emosinya dangkal.
B. ETIOLOGI
1. Factor Predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang individu mempunyai tugas perkembangan yang harus dipenuhi, setiap tahap perkembangan mempunyai spesifikasi tersendiri. Bila tugas dalam perkembangan tidak terpenuhi akan menghambat tahap perkembangan selanjutnya hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan hubungan social.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial, termasuk komunikasi yang tidak jelas (double blind komunikation), ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga dan pola asuh keluarga yang tidak menganjurkan anggota keluarga untuk berhubungan di luar lingkungan keluarga.
c. Factor genetic
 Riwayat anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya.
d. Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan social
Merupakan factor pendukung untuk terjadinya ada gangguan hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh noma-norma yang dianut keluarga yang salah, dimana tiap anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari hubungan sosialnya misalnya : usia lanjut, penyakit kronis, penyandang cacat dan lain-lain. Selain itu pengalaman masa lalu klien yang tidak menyenangkan juga bias menjadi factor pendukung terjadinya gangguan hubungan social.
2. Factor Presipitasi
a. Stessor social budaya
Adalah stress yang ditimbulkan oleh social dan budaya masyarakat. Kejadian atau perubahan dalam kehidupan social-budaya memicu kesulitan berhubungan dengan orang lain dan cara berperilaku.
b. Stressor psikologis
Adalah stress yang disebabkan karena kecemasan yang berkepanjangan dan terjadinya individu untuk tidak mempunyai kemampuan mengatasinya.
C. POHON MASALAH
D. MEKANISME KOPING
1. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti social
Proyeksi : menyalahkan tanpa sadar kecenderungan atau pikiran yang tidak dapat diterima pada objek eksternal.
Regritasi : kembali ketahap perkembangan sebelumnya untuk mendapatkan rasa aman atau memenuhi kebutuhan.
Represi : menyingkirkan rasa emosional pikiran dan perasaan yang menimbulkan anseitas atau menyedihkan dari alam sadar.
Isolasi : pemisahan unsure emosional dari suatu pikiran yang menganggu dapat bersifat sementara atau jangka panjang.
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data klien
Meliputi nama klien, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status marital, no.medrec, tanggal masu rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, ruangan alamat klien. Data penanggung jawab meliputi nama, usia, agama, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.
2. Factor Predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang individu mempunyai tugas perkembsangan yang harus dipenuhi, setiap tahap perkembangan mempunyai spesifikasi tersendiri. Bila tugas dalam perkembangan tidak terpenuhi akan menghambat tahap perkembangan selanjutnya hal ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan hubungan social.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial, termasuk komunikasi yang tidak jelas (double blind komunikation), ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga dan pola asuh keluarga yang tidak menganjurkan anggota keluarga untuk berhubungan di luar lingkungan keluarga.
c. Factor genetic
 Riwayat anggota keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya.
d. Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan social
Merupakan factor pendukung untuk terjadinya ada gangguan hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh noma-norma yang dianut keluarga yang salah, dimana tiap anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari hubungan sosialnya misalnya : usia lanjut, penyakit kronis, penyandang cacat dan lain-lain. Selain itu pengalaman masa lalu klien yang tidak menyenangkan juga bias menjadi factor pendukung terjadinya gangguan hubungan social.
3. Factor Presipitasi
a) Stessor social budaya
Adalah stress yang ditimbulkan oleh social dan budaya masyarakat. Kejadian atau perubahan dalam kehidupan social-budaya memicu kesulitan berhubungan dengan orang lain dan cara berperilaku.
b) Stressor psikologis
Adalah stress yang disebabkan karena kecemasan yang berkepanjangan dan terjadinya individu untuk tidak mempunyai kemampuan mengatasinya.
4. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan system, meliputi system integument, kardiovaskuler, system gastrointestinal, system urogenital, system musculoskeletal.
b. Istirahat dan tidur, meliputi kapan mulai tidur dan terbangun, jumlah jam  tidur, hal yang mengganggu tidur dan upaya  mengatasinya.
5. Status mental
a. Penampilan: meliputi cara berpakaian klien yang biasanya kurang rapi, cara berbicara yang sangat pelan dan cenderung apatis, aktivitas motorik yang menurun , interaksi klien selama wawancara yang cenderung menundukkan wajah dan tidak ada kontak mata.
b. Status emosi, alam perasaan klien biasanya pasien sedih, apatis, cemas, menyalahkan diri sendiri, afek tumpul.
c. Sensori,  halusinasi yang disebabkan karena keterbatasan dan kegagalan dalam berkomunikasi yang menyebabkan tidak adanya  rangkaian cara berfikir, sehingga menimbulkan proses berfikir.
d. Proses pikir, cenderung mengalami gangguan proses fikir waham curiga, tidak percaya pada orang lain.
e. Kognisi, klien tidak mengalami gangguan orientasi,  memori, biasanya konsentrasi klien mudah teralih dan klien menggunakan koping yang tidak konstruktif.
f. Psiko sosial spiritual
Konsep diri: klien mempunyai harga diri rendah, selalumencari kelemahan sendiri, menya lahkan diri sendiri, merasa tidak berguna.
Social: klien mengalami kegagalan dalam melakukan  hubungan dengan orang lain.
Spiritual: klien kehilangan harapan, keyakinan akan kehidupan yang  tidak baik, pesimis dengan kehidupan yang  akan datang, klien merasa putus asa karena harapan tidak   terkabulkan, akhirnya klien kurang minat dalam menjalankan ibadat sehari-hari.
B. Pohon Masalah.
C. Diagnose Keperawatan.
Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan hubungan sosial adalah sebagai berikut:
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
2. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam pemecahan masalah
3. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan  kurangnya  pengetahuan
4. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat dan motivasi terhadap perawatan diri
5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurangnya minat.
6. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah mengenai dirinya.
D. Perencanaan.
1. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan harga diri rendah
a. Tujuan jangka panjang
Pasien mampu mendemonstrasikan untuk berinteraksi dengan petugas dan pasien yang lain dibangsal tanpa merasa tidak nyaman.
b. Tujuan jangka pendek.
Terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan  klien.
Klien mengetahui dan mengerti tentang interaksi social.
Klien mampu terlibat aktif dalam kegiatan kelompok.
c. Kriteria hasil.
Dalam satu minggu:
Klien mau berkenalan dengan perawat.
Klien mau tersenyum dengan perawat.
Klien mau menyapa dan disapa.
Klien dapat menyebutkan pengertian interaksi social, manfaat,  cara dan akibatnya bila tidak melakukan interaksi social.
Klien mau terlibat dalam kegiatan kelompok.
d. Intervensi dan rasional
1) Lakukan pendekatan dan bina rasa percaya klien terhadap perawat.    
R : Dengan melakukan pendekatan secara terapetik akan menumbuhkan dan membina rasa saling percaya sehingga klien   mau mengungkapkan perasaannya pada perawat.
2) Beri penjelasan pada klien mengenai interaksi social, mulai dari pengertian, manfat, cara-cara melakukan interaksi, unsur-unsur penting dalam berinteraksi serta akibat yang ditimbulkan.
R: Dengan memberikan kejelasan mengenai interaksi social maka pengetahuan klien akan meningkat.
3) Ajak klien dalam melakukan aktifitas yang  berhubungan  dengan  klien lain.
 R: Dengan mengajak klien melakukan aktivitas maka klien  Akan merasa diperhatikan dan diberi kepercayaan  sehingga klien mau bergaul dengan orang lain.
2. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan ketidaktahuan klien dalam pemecahan masalah
a. Tujuan jangka panjang
Klien mampu menggunakan koping yang efektif.
b. Tujuan jangka pendek
Terbinanya hubungan saling percaya.
Klien mengetahui dan mengerti koping individu yang efektif dan destruktif.
Klien mampu menggunakan koping baru yang efektif dalam mengatasi masalah.
c. Kriteria hasil.
Dalam satu minggu:
Klien mau mengenal perawat.
Klien mau disapa dan menyapa.
Klien dapat memilih dan menggunakan koping yang efektif.
d. Intervensi dan rasional
1) Lakukan pendekatan dengan klien dan bina rasa percaya antara klien dengan perawat.
R: Menumbuhkan dan membian rasa percaya klien pada perawat.
2) Beri penjelasan pada klien mengenai koping yang efektif dan tidak  efektif dalam mengatasi permasalahan serta akibat-akibat penggunaan koping yang tidak efektif.
R: Pengetahuan klien akan meningkat.
3) Bantu klien dalam mengenal dan mencari alternative penggunaan koping baru yang efektif dalam menyelesaikan masalah.
R: Klien menjadi tahu koping baru yang efektif.
4) Beri dukungan yang positif terhadap klien.
R: Untuk meningkatkan rasa percaya diri sehingga klien mau menggunakan koping yang efektif.
3. Potensial kambuh kembali penyakitnya berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
a. Tujuan jangka panjang
Penyakit klien tidak kambuh lagi.
b. Tujuan jangka pendek
Terbinanya hubungan saling percaya.
Pengetahuan klien dan keluarga mengenai perawatan klien dirumah meningkat.
Pengetahuan klien dan keluarga mengenai lingkungan yang terapeutik bertambah.
c. Kriteria hasil.
        Dalam waktu satu minggu
Keluarga dan klien percaya dan mau berkenalan.
Keluarga dan klien mengetahui penyebab dan tanda-tanda kambuh.
Keluarga dan klien dapat menyebutkan cara perawatan klien di rumah.
Keluarga dan klien dapat menyebutkan mengenai lingkungan yang terapeutik.
d. Intervensi dan rasional.
1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
R: Agar terbina hubungan saling percaya.
2) Beri penjelasan tentang penyebab dan tanda-tanda kambuh.
R: Dapat menambah pengetahuan klien dan keluarga.
3) Beri penjelasan kepada keluarga dan klien mengenai lingkungan terapeutik.
R : Akan meningkatkan pengetahuan keluarga dan klien.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan  kurangnya minat.
a. Tujuan jangka panjang
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
b. Tujuan jangka pendek
Terbinanya hubungan saling percaya.
Klien mengetahui dan mengerti manfaat makan bagi tubuh.
Klien mengetahui akibatnya apabila tidak makan.
Klien berminat untuk makan.
c. Kriteria hasil
          Dalam satu minggu:
Klien mau berkenalan
Klien dapat menyebutkan pengertian makan, manfaat makan dan akibatnya apabila kekurangan makan.
Porsi makan yang disediakan habis.
Berat badan klien bertambah.
d. Intervensi dan rasional
1) Lakukan pendekatan dengan klien dan bina hubungan saling percaya.  
R: Untuk menumbuhkan rasa percaya terhadap perawat sehingga  Klien mampu mengungkapkan perasaannya.
2) Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya makan bagi tubuh.  
R: Dapat meningkatkan pengetahuan klien tentang pentingnya makan.
3) Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan aman.
R: Akan merangsang minat klien untuk makan.
4) Beri kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang disukainya.
R: Agar klien makan makanan tersebut.
5) Timbang berat badan klien tiap satu minggu sekali.
R: Untuk dapat mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
5. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan penilaian yang salah mengenai dirinya.
a. Tujuan jangka panjang
Harga diri klien meningkat.
b. Tujuan jangka pendek
Klien mampu mengungkapkan perasaannya pada perawat.
Klien mau mengetahui penyebab penilaiannya yang salah pada dirinya.
Pengetahuan klien meningkat mengenai konsep diri terutama tentang harga diri.
Rasa percaya diri klien meningkat.
c. Kriteria hasil
    Dalam satu minggu
Klien mau mengenal perawat.
Klien mau disapa dan menyapa.
Klien mau bercerita pada perawat.
Klien menyebutkan mengenai konsep diri.
d. Intervensi dan rasional
1) Lakukan pendekatan dengan klien dan bina saling percaya.
R: Akan menumbuhkan dan membina saling percaya.
2) Bantu klien dalam mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan merasa salah pada dirinya.
R: karena dapat dicari alternatif pemecahan masalah.
3) Beri penjelasan mengenai konsep diri klien, meliputi pengertian unsur-unsur konsep diri, pentingnya konsep diri.
R: Pengetahuan klien mengenai konsep diri meningkat.
4) Beri dukungan atas keberhasilan yang telah dilakukan oleh klien.
R : Dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
DAFTAR PUSTAKA

Riyadi sujono, purmanto teguh. 2009. Asuhan Kepewaran Jiwa, Yogyakarta : Graha ilmu.
Hamid, achir yani, S.2008. bunga Rampai Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta . EGC.
Direktorat jendral pelayanan medic. 2005. Teori dan tindakan keperawatan jiwa. Jakarta : depkes .R. I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar